RSS

Kenangan Yang Terlintas ; Selamat Malam Sahabat

Sebgaimana judul yang ku curahkan pada cerita saya kali ini. Selamat malam sahabat, sebuah ucapan salam yang penuh dengan air mata di dalamnya. Bukan maksud untuk cengeng, namun begitu susahnya kah saya mencari seorang yang dinamakan sahabat itu. Tidak ada kah seorangpun yang ku anggap sebagai sahabat juga menganggapku sebagai sahabatnya. Ya, memang, sahabat itu tidak perlu pengakuan yang diucapkan secara lisan. Namun entahlah apa, hanya saja ini benar-benar membuat ku terus berfikir.


Satu malam di sebuah perumahan. Disini saya dengan 2 orang teman saya menginap di rumah seseorang yang sudah saya anggap sebagai sahabat saya. Sebut saja nama sahabat saya itu Bakti dan kedua rekan saya bernama Jaya dan Anto. Sembari ditemani oleh gemercik air langit yang turun di malam hari. Kami saling bercengkrama dengan akrabnya.

Saat itu Anto sedang asyik bermain laptop, Jaya sedang bersiap untuk tidur, dan Bakti berada disampingku rebahan. Dan saat itu pun datang, saat dimana kejadian yang mengingatkan ku akan hal yang benar-benar tidak ingin ku ingat kembali. Kenangan buruk yang sempat membuat tali persaudaraan antara saya dan Bakti putus. Namun, mirisnya, bukan Jaya ataupun Anto yag membahasnya, namun dia sendiri, si Bakti. Saya hanya diam saja, sembari berusaha pura-pura tidak mendengar. Namun dia, si Bakti berusaha agar saya tetap mendengarnya.

Tapi bukan kenangan itu yang saya sedih. Hanya saja, ketika Jaya mengungkit kejadian malam terakhir gebyar atom. Flashback sedikit. Saat itu saya dan Bakti memang masih belum akur. Yah, memang saya sadar, itu adalah kesalahan saya. Saat malam itu saya yang hanya berpura-pura tidur kaget mendengar sebuah kata yang terucap dari mulut Bakti. “Sahabat”. Hah, sungguh, saya ingin bangun dan memeluknya, tapi saya takut, dan hanya pura-pura tidur .

Memang benar Bakti mengingatnya, namun entahlah apa yang dipikirkannya, dia langsung mengatakan bahwa saya bukan sahabatnya. Kalimat itu bagaikan tamparan keras bagiku. Tidak hanya itu, dia mengatakan bahwa “Sahabat itu selalu ada disaat suka maupun duka”. Dan dia bertanya padaku “Apakah kau pernah mencari saya disaat saya berduka? Tidak pernah” .. Pernyataan itu membuat saya menjadi traumatis.

Menyadari hal itu, saya teringat satu hal pertama yang mengakrabkan saya dengan dia. Hari dimana tidak ada satupun yang datang mengulurkan tangan padanya. Tapi sudahlah, mungkin saking seringnya dia merasa senang, dia sudah melupakan semuanya. Tapi sekarang saya sadar, semua itu karena dia tidak percaya dengan saya.

Entahlah, mungkin Allah belum mengirim dia sebagai sahabat yang baik untuk saya, karena saya berbeda dari semua temannya. Beda sekali. Saya yang hanya pnya kepribadian suka manja dengan dia, dan dia tidak menyukai itu. Saya harus menunjukkan sikap yang bagaimana?

--- Mohon dibalas wahai sahabatku

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar