Cinta
tak harus memiliki. Mungkin ini yang dapat ku ungkapkan saat itu. Walau
hati ini mengatakan “Ya” namun keadaan yang memaksaku ‘tuk mengatakan
“Tidak”. Meski telah lama kejadian itu terjadi, masih teringat jelas di
benakku tentang kenangan itu.
Namaku
Akbar. Hari itu, sekolahku akan mengikuti Olimpiade Olahraga di
Makassar. Sewaktu kami telah berkumpul di Dinas Pendidikan Kabupaten
Jeneponto, telah tampak Bus sekolah yang akan mengantar kami tersusun
rapi di parkiran depan. Para pembimbing masing-masing kontingen menyuruh
kami untuk menaiki Bus. Hingga ada seseorang yang mengatakan bahwa
Kontingen Pencak Silat belum datang. “Mereka akan menyusul sore nanti.”
Ujar Pak Ismail. Mendengar hal itu kami segera menuju ke Bus. Aku yang
tergabung dalam Kontingen Basket Ball pun ikut naik ke Bus bersama
kawan-kawanku.
Sesaat
setelah Bus sekolah tiba di lokasi peristirahatan, kami segera menuju
asrama masing-masing sembari membawa barang-barang yang kami bawa.
Asrama ku letaknya di lorong IV bersama dengan Kabupaten Luwu dan Luwu
Utara. Sadar bahwa banyak kaum Hawa di sekitar ku, aku pun memperindah
Style.
Matahari
mulai menghilang. Setelah sholat maghrib, ku putuskan untuk
berjalan-jalan sebentar. Tampak para peserta lain tengah asyik
bercengkrama di pos ronda dekat asrama mereka. Ku putuskan untuk keluar
lorongku agar aku duduk menyendiri di depan lorongku. Dari kejauhan,
tampak seorang gadis berkulit putih nan cantik juga keluar dari arah
yang sama. Mata ini mencoba berpaling darinya. Namun apa dayaku, hati
kecil ini memaksaku untuk tetap memandanginya. Dari mata turun ke hati,
itu yang mungkin terjadi padaku saat itu. Terlalu banyak bengong hingga
aku tidak sadar bahwa gadis itu telah duduk di samping ku seraya
mengulurkan tangan, pertanda bahwa ia mengajakku berkenalan. “Hay, aku
Difa J”
“Akbar.”
Ku balas dengan mimik sedikit cuek. Biar ga kentara kalau aku
menyukainya. Sejenak ku terheran. Mengapa gadis ini yang pertama kali
mengajakku berkenalan. Obrolan kami berlanjut. Hingga kami akhirnya
berteman.
Ayam
berkokok, tanda bahwa . Aku lekas bangun dan melakukan persiapan untuk
pertandingan hari ini. Sekilas HP ku berdering. 1 pesan diterima.
Ternyata itu dari Difa. “Semangat!” Katanya di pesan itu. “Thanks dah
support J” Balas ku. Entah mengapa perasaan ku terhadapnya semakin ngga karuan di dalam hatiku.
Tak
terasa perlombaan telah berakhir. Aku ataupun Difa, sama-sama tak
mendapatkan gelar satupun dari pertandingan itu. Sungguh nasib yang
sama. Meski sama-sama kembali dengan tangan hampa, komunikasiku
dengannya tak pernah terputus. Sering ku bertanya di dalam hati “Apakah
perasaannya sama dengan perasaanku? Entahlah itu.” Hingga akhirnya ku
putuskan untuk menyatakan perasaanku ini padanya. Ku undang ajak dia ke
tempat pertama kali kami bertemu. “Dif, ada yang ingin aku katakan
padamu.” kataku membuka pembicaraan.
“Hmm, kamu mau bilang apa?”
Sejenak ku terdiam. “Akbar, kenapa bengong? Sebenarnya kamu mau bilang apa? Jangan buat aku penasaran.” Katanya lagi.
“Aku..”
Kembali ku terdiam, lalu ku sambung perkataanku tadi. “Aku telah lama
menaruh hati padamu Difa. Apakah kamu juga merasakan apa yang aku
rasakan?”
“Akbar, sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Tapi....” Dia terdiam.
“Tapi apa?” Tanyaku padanya dengan penuh rasa heran.
“Sorry ya, tampaknya aku dan kamu tidak akan bisa bersama.”
“Why Dif??”
“Oh
ga apa-apa kok, aku bisa menerima semua ini.” Kataku dengan perasaan
kecewa. Mendengar ucapannya itu, ku merasa sangat patah hati. Tapi tak
ada gunanya ku terus menerus terbayang akan hal itu.
Perlombaan
telah berakhir. Aku kembali ke Jeneponto. Sewaktu sampai di rumah, ku
menyalakan radio dan mendengarkan beberapa lagu yang di putarkan oleh
stasiun radio. Sejenak aku termenung. Bagaimana tidak? Jika sewaktu aku
berpindah ke lain channel, ku mendengar sebuah lagu yang berjudul “Aku
yang mengerti” dinyanyikan oleh “Bladust”. Lagu yang bertemakan tentang
“Seseorang yang tidak dapat memiliki orang yang ia cintai”.
2
tahun berlalu. Komunikasi di antara kami terputus. Akan tetapi, dia
sempat mengirimkan pesan kepadaku namun tak ku hiraukan. Mungkin dengan
cara ini aku dapat melupakannya. Cara itu berhasil dan saat ini aku
tengah menjalin hubungan dengan seniorku di sekolah.
By : Akbar Dwi Nugrah Fakhsirie
Follow on Twitter : @AkbarDwiNugrah







0 komentar:
Posting Komentar