RSS

~✿~ [CERPEN] MAKNA SEBUAH KESETIAAN ~✿~





               Tetes-tetes air langit membasahi bumi. Gemercik air terasa gemersing di telingaku. Ku buka album usang yang ku temukan di gudang. Ku buka album itu lembar demi lembar di balik jendela kaca. Disaat ku membuka lembaran terakhir dari album itu, tampak jelas sebuah foto yang mengingatkanku dengan kenangan itu. Sejenak ku termenung sembari mengingat kembali kejadian itu. Hal yang tidak ingin ku harapkan.
                Namaku adalah Andika. Aku tengah menikmati masa liburanku di rumah keluargaku di Jakarta. Aslinya sih aku anak Sukabumi. Hari itu, sewaktu ku akan pulang dari toko buku bersama Bayu, sepupuku, aku lupa mengambil tasku di tempat penitipan barang. Aku memutuskan untuk mengambilnya sendirian. Sewaktu ku kembali, tanpa sengaja ku menabrak seorang gadis. “Aaw!!” katanya. “Aduh maaf ya, ga sengaja. Kamu ga papa kan?” Kataku sembari mengulurkan tangan. Dia meraih tanganku lalu berdiri.
                “Aku ga apa-apa kok. Maaf ya, aku jalannya ga liat-liat dulu. J” Kata gadis itu.
                “Nggak, aku yang salah, karena buru-buru akhirnya ga liat jalan. :D,” ujarku. Lalu ku putuskan untuk berkenalan dengannya akan tetapi, sebelum ku bertanya siapa namanya dia segera pergi. Ya gadis itu memang cantik, manis, dan di hiasi dua buah lesung pipi di wajahnya. Bodynya standar, ga gemuk ga kurus. Dan hal itu yang membuat hatiku bergetar padanya. Saat aku akan kembali ke pintu depan toko buku, tidak sengaja kakiku menyentuh sesuatu. Sebuah novel ada di lantai tepat di tempat gadis itu ada sewaktu terjatuh. Mungkin dia ga sadar kalau dia menjatuhkan novel itu. Ku ambil novel itu lalu ku berniat mengembalikannya namun dia keburu jauh. Terpaksa novel itu ku bawa pulang.
                Kami segera pulang. Di jalan hingga sampai ke rumah pikiranku hanya tertuju ke gadis tadi. “Siapa namanya?” Tanyaku di dalam hati. Ku hanya duduk sembari membaca novelnya yang terjatuh tadi. Di halaman awal tertulis sebuah nama yaitu ‘Annisa Putri Aulia’. Mungkin itu nama dia. Aku yang awalnya hanya doyan baca komik, entah mengapa agak tertarik dengan novel itu.
                Seminggu setelah pertemuan yang tidak di sengaja itu, ku kembali bertemu dengannya. Ternyata dia adalah adik Armin, sahabat Bayu di kampus. Namanya ‘Annisa Putri Aulia’ dan sama dengan nama di novel yang ku temukan itu. Dan itu artinya novel itu benar miliknya. Dia biasa di sapa dengan nama Lia. Dia sempat kaget sewaktu aku mengembalikan novel itu ke dia. Dia mengira bahwa novel itu tidak pernah kembali lagi. 
                “Kakak masih lama, kalo mau jalan-jalan dulu silahkan. Kalau mau naik motor pakai saja.” Kata Bayu
                “Iya, Lia temani Dika tuh sana.” Sahut Armin.
                Lia mengiakan apa yang di suruhkan oleh kakaknya itu. Kami pergi. Kami putuskan untuk pergi ke taman kota. Ternyata dia adalah orang yang sering ku temani chatting stiap kali aku ON. Cuaca kembali mendung. Kami akan segera pulang sebelum hujan turun. Akan tetapi, sebelum tiba di rumah Lia, hujan turun. Kami sampai dalam keadaan basah kuyup. Setelah badan cukup kering dan Bayu sudah selesai dengan tugasnya, kami memutuskan untuk pulang. Sebelum itu, Armin mengundang kami ke acara ulang tahun Lia. Lia tidak keberatan.
                Aku dan Bayu akan segera berangkat ke acara ulang tahun Lia. Aku telah berniat untuk menembak Lia di pesta itu. Setibanya kami di acara itu, kami langsung di sambut oleh keluarga Lia.
                “Lia, kemari nak.” Kata papa Lia.
                “Ia pa..” Lia segera datang.
                Lia tampak cantik dengan busana yang ia kenakan. “Happy birthday. Smoga panjang umur dan sehat selalu.” Kata ku sewaktu Lia tiba.
                “Makasih. J” Balasnya sembari tersenyum manis.
                “Temani dia gih sana.” Sahut Armin ke Lia.
                “Iyya, iyya.” Balasnya.
                Kami berjalan-jalan ke taman, “Lia..” Kataku membuka pembicaraan.
                “Iyya, ada apa?”
                “Ada yang ingin ku katakan padamu.”
                “Apa itu, bilang aja ga usah malu-malu.”
                “Sejak lama setelah kita bertemu di toko buku itu, ku langsung ada feeling ke kamu.”
                Lia terdiam dan menatap ke arah ku, lalu berkata “Maksud mu?”
                “Aku ingin kamu menjadi kekasihku.”
                Lia semakin terdiam, mungkin kata-kataku salah, atau dia akan menolakku karena aku mempunyai banyak kekurangan, entahlah itu. Lia tersenyum. “Aku.. (Terpotong)” Chintya sahabat dekatnya datang dan mengatakan bahwa acara tiup lilin akan di mulai.
                “Ayo, Dik kita pergi” Katanya sembari tersenyum manis yang masih menyimpan tanda tanya di hatiku.
                Lia segera datang ke tengah-tengah para undangan.
                “Kamu kemana aja sih.. Dari tadi kamu di cariin tuh sama kakakmu.’ Kata Ulfa sahabat Lia.
                “Aku dari taman belakang, sama dia. Knalin nih Dika. Adiknya Bayu, sahabatnya Armin itu, yang konon katanya kalian suka sama dia. Iya kan.?” Kata Lia.
                “Lia cepat kemari.” Panggil Mama Lia.
                “Iya ma,” Kami segera pergi ke tempat itu bersama dengan ke tiga sahabat Lia.
                Acara tiup lilin pun dimulai, setelah membaca doa sembari di iringi lagu tiup lilin Lia meniup lilin-lilin yang menghiasi kue ulang tahunnya. Kemudian dia memotong kue ulang tahun miliknya. Kue pertama di berikan oleh Papa Mamanya, kue kedua di berikan kepada kakaknya, dan kue ketiga di berikan kepadaku. Ulfa, Chintya, dan Amel heran baru kali ini lia memberikan kue ketiganya pada seorang laki-laki selain kakak dan papanya. Aku pun terheran-heran. Lalu dia berkata di depan orang tuanya, kakaknya, Bayu dan sahabat-sahabatnya “Soal yang kau katakan tadi, aku mau kok jadi pacarmu”. Mukaku memerah dan sangat senang. Papa Lia berkata kepada mamanya “Tampaknya kita akan kehilangan Lia kecil kita.”
                “Iya pa..” Kata mamanya
                “Ayolah ma, pa, kalian ga bakalan kehilangan aku kok.” Balas Lia.
                Bayu datang dan menunjuk keningku, dan berkata “heh kecebong brani juga lo nembak Lia, dah insyaf lo?”
                “Yee, biarin, gi pula ga salahkan. Yang salah kalo gue nembak lo, dasar kepiting sayur.” Kataku meledek Bayu.
                “Ehem ehem.” Gurau Armin..
                “Apaan sih” Kata Lia..
                Acara ulang tahun Lia berlangsung meriah, sekaligus rencanaku sukses..


                Masa liburanku telah berakhir, ku akan segera kembali ke rumah Sukabumi. Sebelum berangkat Lia berkata “Kapan kamu ke sini lagi?”
                “Tenang aja, tiap sabtu minggu aku biasa ke sini kok.”
                “Bener kan??”
                “Iyya. Tenang deeh.”
                “Aduh bakalan sendiri nih,” Sahut Amel
                “Hahaha, betul juga tuh.” Ujar Chintya
                “Ssst, kekasihnya masih ada, jangan di bocorin dulu..” Kata Ulfa
                “Kalian bertiga ingat pesanku.” Kata ku.
                “Siippp!!” Sahut mereka bersamaan.
                Aku segera pergi bersama Bayu.
                Lima bulan berlalu setelah kepergianku, aku masih tetap berkomunikasi dengan Lia, dan tetap pergi ke ibu kota untuk bertemu dengan Lia. Hingga saat aku berkunjung kerumahnya, dia tidak ada di rumah. Kata pengurus rumahnya Lia masuk ke rumah sakit. Sewaktu ku bertanya pada ketiga sahabtnya itu, akhir-akhir ini Lia sering banget pingsan, di tambah dia sering banget mimisan. Wajahnya pucat, bibirnya kering, lalu ku bertanya pada Keluarganya. Mungkin yang ku dengar hari itu sangat membuat ku sedikit terguncang. Lia di diagnosa menderita Leukimia dan sudah stadium 4 dan dia harus rutin cuci darah. Papa Mamanya sudah tidak tau harus berbuat apa lagi, karena kata dokter meski dia melakukan cuci darah secara rutin, rasanya sudah terlambat. Sejenak ku lihat dia terbaring lemah di kasur rumah sakit dari balik pintu.
                Ku segera kembali kerumah, ku sempat berfikir untuk meninggalkannya dalam keaadaan seperti itu. Lalu Bayu datang padaku dan berkata “Lelaki sejati itu bukanlah lelaki yang kuat, tegar dan tampan. Tapi lelaki sejati itu adalah lelaki yang mampu membahagiakan orang yang ia cintai meski banyak rintangan yang menghalangi. Tunjukkan pada dunia bahwa kau bukan seorang banci yang hanya bisa menangisi hal seperti ini. Buatlah dia tersenyum di sisa-sisa nafasnya. Aku siap mengantar kamu dari Sukabumi ke Jakarta.”
                “Apakah aku sanggup?” Kataku di dalam hati. Kembali ku datang ke rumah sakit untuk menemaninya. Kali ini dia tengah siuman dan selang oksigen yang ada di wajahnya di lepas. Dan kebetulan yang lain pada ngumpul “Kamu baik-baik saja kan?”
                “Iya lah, aku kan gadis yang kuat, penyakit seperti ini bukan penghalang.” Katanya sombong
                “Iya, iya. Sudah makan?”
                “Belum.. Makan yuuk.”
                “Iyya aku minta di perawat dulu ya makanananya”
                “Eh ogah ah kalo makanan di sini,”
                “Memang kenapa? Makanan di sini ka sehat”
                “Ogah..”
                “Ya udah, kamu mau makan apa? Ntar aku beliin deh”
                “Aku ga mau makan disini, aku maunya makan di luar.. Ma Pa, ga papa kan?”
                “Tanya dokter dulu ya?” Kata mamanya.
                “Iyya.”
                Setelah meminta izin sama dokter, kami bersama dengan Bayu, Armin, Ulfa, Chintya, dan Amel pergi makan di luar. Dengan menaiki kursi roda, aku membawa Lia untuk naik ke mobil. Sesampainya kami di Rumah Makan, kami langsung memesan makanan. Belum ada 5 suap, Lia kembali pingsan dan di hidungnya mengeluarkan darah. Lia segera di bawa kembali ke rumah sakit. Dia kembali kritis, dia kembali di pasangi selang oksigen oleh dokter. Kami makin khawatir dengan keadaannya. Setelah 3 jam, Lia kembali siuman. Aku akan segera kembali ke Sukabumi. Aku membelikannya boneka beruang sebagai pengganti sewaktu dia merasa kangen denganku. Dengan perasaan was-was aku kembali ke Sukabumi. Banyak teman yang menghasutku untuk meninggalkan Lia, namun tidak di dengarkan olehku.
                Baru 2 hari setelah ku kembali ke Sukabumi, setelah ku plang sekolah, Bayu mengatakan bahwa Lia kritis lagi. Tanpa mengganti pakaian sekolahku ku segara berangkat ke Jakarta. Sewaktu sampai, mama Lia mengatakan “Sejak tadi Lia hanya memeluk boneka dari mu sambil memanggil-manggil nama mu.” Aku melihat di balik pintu. Sambil menangis. Sewaktu aku berbalik, dokter keluar dan mengatakan bahwa nyawanya tidak dapat tertolong lagi. Ku masuk dan melihat jasadnya memeluk boneka itu sembari tersenyum dengan pipi yang masih basah akibat air matanya.
Keesokan harinya dia segera di makamkan, langit pun turut bersedih atas kepergiannya. Kami segera memakamkan Lia meski cuaca di luar tengah hujan. Segala foto kenanganku bersamanya ku simpan di dalam album foto. Dan boneka beruang itu masih ku simpan hingga saat ini. Selamat jalan. Tenanglah di sana. Ku kan terus mengingat mu. “Annisa Putri Aulia”.

By : Sutamara Lasurdi Noor
Follow On Twitter : @_Sutamara_L_N

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar