Tetes-tetes air langit membasahi
bumi. Gemercik air terasa gemersing di telingaku. Ku buka album usang yang ku
temukan di gudang. Ku buka album itu lembar demi lembar di balik jendela kaca.
Disaat ku membuka lembaran terakhir dari album itu, tampak jelas sebuah foto
yang mengingatkanku dengan kenangan itu. Sejenak ku termenung sembari mengingat
kembali kejadian itu. Hal yang tidak ingin ku harapkan.
Namaku adalah Andika. Aku tengah
menikmati masa liburanku di rumah keluargaku di Jakarta. Aslinya sih aku anak
Sukabumi. Hari itu, sewaktu ku akan pulang dari toko buku bersama Bayu,
sepupuku, aku lupa mengambil tasku di tempat penitipan barang. Aku memutuskan
untuk mengambilnya sendirian. Sewaktu ku kembali, tanpa sengaja ku menabrak
seorang gadis. “Aaw!!” katanya. “Aduh maaf ya, ga sengaja. Kamu ga papa kan?”
Kataku sembari mengulurkan tangan. Dia meraih tanganku lalu berdiri.
“Nggak, aku yang salah, karena
buru-buru akhirnya ga liat jalan. :D,” ujarku. Lalu ku putuskan untuk
berkenalan dengannya akan tetapi, sebelum ku bertanya siapa namanya dia segera
pergi. Ya gadis itu memang cantik, manis, dan di hiasi dua buah lesung pipi di
wajahnya. Bodynya standar, ga gemuk ga kurus. Dan hal itu yang membuat hatiku
bergetar padanya. Saat aku akan kembali ke pintu depan toko buku, tidak sengaja
kakiku menyentuh sesuatu. Sebuah novel ada di lantai tepat di tempat gadis itu
ada sewaktu terjatuh. Mungkin dia ga sadar kalau dia menjatuhkan novel itu. Ku
ambil novel itu lalu ku berniat mengembalikannya namun dia keburu jauh.
Terpaksa novel itu ku bawa pulang.
Kami segera pulang. Di jalan
hingga sampai ke rumah pikiranku hanya tertuju ke gadis tadi. “Siapa namanya?”
Tanyaku di dalam hati. Ku hanya duduk sembari membaca novelnya yang terjatuh
tadi. Di halaman awal tertulis sebuah nama yaitu ‘Annisa Putri Aulia’. Mungkin
itu nama dia. Aku yang awalnya hanya doyan baca komik, entah mengapa agak
tertarik dengan novel itu.
Seminggu setelah pertemuan yang
tidak di sengaja itu, ku kembali bertemu dengannya. Ternyata dia adalah adik
Armin, sahabat Bayu di kampus. Namanya ‘Annisa Putri Aulia’ dan sama dengan
nama di novel yang ku temukan itu. Dan itu artinya novel itu benar miliknya.
Dia biasa di sapa dengan nama Lia. Dia sempat kaget sewaktu aku mengembalikan
novel itu ke dia. Dia mengira bahwa novel itu tidak pernah kembali lagi.
“Kakak masih lama, kalo mau jalan-jalan dulu silahkan.
Kalau mau naik motor pakai saja.” Kata Bayu
“Iya, Lia temani Dika tuh sana.”
Sahut Armin.
Lia mengiakan apa yang di
suruhkan oleh kakaknya itu. Kami pergi. Kami putuskan untuk pergi ke taman
kota. Ternyata dia adalah orang yang sering ku temani chatting stiap kali aku
ON. Cuaca kembali mendung. Kami akan segera pulang sebelum hujan turun. Akan
tetapi, sebelum tiba di rumah Lia, hujan turun. Kami sampai dalam keadaan basah
kuyup. Setelah badan cukup kering dan Bayu sudah selesai dengan tugasnya, kami
memutuskan untuk pulang. Sebelum itu, Armin mengundang kami ke acara ulang
tahun Lia. Lia tidak keberatan.
Aku dan Bayu akan segera berangkat ke acara ulang tahun Lia. Aku telah berniat untuk menembak Lia di pesta itu. Setibanya kami di acara itu, kami langsung di sambut oleh keluarga Lia.
Aku dan Bayu akan segera berangkat ke acara ulang tahun Lia. Aku telah berniat untuk menembak Lia di pesta itu. Setibanya kami di acara itu, kami langsung di sambut oleh keluarga Lia.
“Lia, kemari nak.” Kata papa
Lia.
“Ia pa..” Lia segera datang.
Lia tampak cantik dengan busana
yang ia kenakan. “Happy birthday. Smoga panjang umur dan sehat selalu.” Kata ku
sewaktu Lia tiba.
“Makasih. J” Balasnya sembari
tersenyum manis.
“Temani dia gih sana.” Sahut
Armin ke Lia.
“Iyya, iyya.” Balasnya.
Kami berjalan-jalan ke taman,
“Lia..” Kataku membuka pembicaraan.
“Iyya, ada apa?”
“Ada yang ingin ku katakan
padamu.”
“Apa itu, bilang aja ga usah
malu-malu.”
“Sejak lama setelah kita bertemu
di toko buku itu, ku langsung ada feeling ke kamu.”
Lia terdiam dan menatap ke arah
ku, lalu berkata “Maksud mu?”
“Aku ingin kamu menjadi
kekasihku.”
Lia semakin terdiam, mungkin
kata-kataku salah, atau dia akan menolakku karena aku mempunyai banyak
kekurangan, entahlah itu. Lia tersenyum. “Aku.. (Terpotong)” Chintya sahabat
dekatnya datang dan mengatakan bahwa acara tiup lilin akan di mulai.
“Ayo, Dik kita pergi” Katanya
sembari tersenyum manis yang masih menyimpan tanda tanya di hatiku.
Lia segera datang ke
tengah-tengah para undangan.
“Kamu kemana aja sih.. Dari tadi
kamu di cariin tuh sama kakakmu.’ Kata Ulfa sahabat Lia.
“Aku dari taman belakang, sama
dia. Knalin nih Dika. Adiknya Bayu, sahabatnya Armin itu, yang konon katanya
kalian suka sama dia. Iya kan.?” Kata Lia.
“Lia cepat kemari.” Panggil Mama
Lia.
“Iya ma,” Kami segera pergi ke
tempat itu bersama dengan ke tiga sahabat Lia.
Acara tiup lilin pun dimulai,
setelah membaca doa sembari di iringi lagu tiup lilin Lia meniup lilin-lilin
yang menghiasi kue ulang tahunnya. Kemudian dia memotong kue ulang tahun miliknya.
Kue pertama di berikan oleh Papa Mamanya, kue kedua di berikan kepada kakaknya,
dan kue ketiga di berikan kepadaku. Ulfa, Chintya, dan Amel heran baru kali ini
lia memberikan kue ketiganya pada seorang laki-laki selain kakak dan papanya.
Aku pun terheran-heran. Lalu dia berkata di depan orang tuanya, kakaknya, Bayu
dan sahabat-sahabatnya “Soal yang kau katakan tadi, aku mau kok jadi pacarmu”.
Mukaku memerah dan sangat senang. Papa Lia berkata kepada mamanya “Tampaknya
kita akan kehilangan Lia kecil kita.”
“Iya pa..” Kata mamanya
“Ayolah ma, pa, kalian ga
bakalan kehilangan aku kok.” Balas Lia.
Bayu datang dan menunjuk
keningku, dan berkata “heh kecebong brani juga lo nembak Lia, dah insyaf lo?”
“Yee, biarin, gi pula ga
salahkan. Yang salah kalo gue nembak lo, dasar kepiting sayur.” Kataku meledek
Bayu.
“Ehem ehem.” Gurau Armin..
“Apaan sih” Kata Lia..
Acara ulang tahun Lia
berlangsung meriah, sekaligus rencanaku sukses..
Masa liburanku telah berakhir, ku
akan segera kembali ke rumah Sukabumi. Sebelum berangkat Lia berkata “Kapan
kamu ke sini lagi?”
“Tenang aja, tiap sabtu minggu
aku biasa ke sini kok.”
“Bener kan??”
“Iyya. Tenang deeh.”
“Aduh bakalan sendiri nih,”
Sahut Amel
“Hahaha, betul juga tuh.” Ujar
Chintya
“Ssst, kekasihnya masih ada,
jangan di bocorin dulu..” Kata Ulfa
“Kalian bertiga ingat pesanku.”
Kata ku.
“Siippp!!” Sahut mereka
bersamaan.
Aku segera pergi bersama Bayu.
Lima bulan berlalu setelah
kepergianku, aku masih tetap berkomunikasi dengan Lia, dan tetap pergi ke ibu kota
untuk bertemu dengan Lia. Hingga saat aku berkunjung kerumahnya, dia tidak ada
di rumah. Kata pengurus rumahnya Lia masuk ke rumah sakit. Sewaktu ku bertanya
pada ketiga sahabtnya itu, akhir-akhir ini Lia sering banget pingsan, di tambah
dia sering banget mimisan. Wajahnya pucat, bibirnya kering, lalu ku bertanya
pada Keluarganya. Mungkin yang ku dengar hari itu sangat membuat ku sedikit
terguncang. Lia di diagnosa menderita Leukimia dan sudah stadium 4 dan dia
harus rutin cuci darah. Papa Mamanya sudah tidak tau harus berbuat apa lagi,
karena kata dokter meski dia melakukan cuci darah secara rutin, rasanya sudah
terlambat. Sejenak ku lihat dia terbaring lemah di kasur rumah sakit dari balik
pintu.
Ku segera kembali kerumah, ku
sempat berfikir untuk meninggalkannya dalam keaadaan seperti itu. Lalu Bayu
datang padaku dan berkata “Lelaki sejati itu bukanlah lelaki yang kuat, tegar
dan tampan. Tapi lelaki sejati itu adalah lelaki yang mampu membahagiakan orang
yang ia cintai meski banyak rintangan yang menghalangi. Tunjukkan pada dunia
bahwa kau bukan seorang banci yang hanya bisa menangisi hal seperti ini.
Buatlah dia tersenyum di sisa-sisa nafasnya. Aku siap mengantar kamu dari
Sukabumi ke Jakarta.”
“Apakah aku sanggup?” Kataku di
dalam hati. Kembali ku datang ke rumah sakit untuk menemaninya. Kali ini dia
tengah siuman dan selang oksigen yang ada di wajahnya di lepas. Dan kebetulan
yang lain pada ngumpul “Kamu baik-baik saja kan?”
“Iya lah, aku kan gadis yang
kuat, penyakit seperti ini bukan penghalang.” Katanya sombong
“Iya, iya. Sudah makan?”
“Belum.. Makan yuuk.”
“Iyya aku minta di perawat dulu
ya makanananya”
“Eh ogah ah kalo makanan di
sini,”
“Memang kenapa? Makanan di sini
ka sehat”
“Ogah..”
“Ya udah, kamu mau makan apa?
Ntar aku beliin deh”
“Aku ga mau makan disini, aku
maunya makan di luar.. Ma Pa, ga papa kan?”
“Tanya dokter dulu ya?” Kata
mamanya.
“Iyya.”
Setelah meminta izin sama
dokter, kami bersama dengan Bayu, Armin, Ulfa, Chintya, dan Amel pergi makan di
luar. Dengan menaiki kursi roda, aku membawa Lia untuk naik ke mobil.
Sesampainya kami di Rumah Makan, kami langsung memesan makanan. Belum ada 5
suap, Lia kembali pingsan dan di hidungnya mengeluarkan darah. Lia segera di
bawa kembali ke rumah sakit. Dia kembali kritis, dia kembali di pasangi selang
oksigen oleh dokter. Kami makin khawatir dengan keadaannya. Setelah 3 jam, Lia
kembali siuman. Aku akan segera kembali ke Sukabumi. Aku membelikannya boneka
beruang sebagai pengganti sewaktu dia merasa kangen denganku. Dengan perasaan
was-was aku kembali ke Sukabumi. Banyak teman yang menghasutku untuk
meninggalkan Lia, namun tidak di dengarkan olehku.
Baru 2 hari setelah ku kembali
ke Sukabumi, setelah ku plang sekolah, Bayu mengatakan bahwa Lia kritis lagi.
Tanpa mengganti pakaian sekolahku ku segara berangkat ke Jakarta. Sewaktu
sampai, mama Lia mengatakan “Sejak tadi Lia hanya memeluk boneka dari mu sambil
memanggil-manggil nama mu.” Aku melihat di balik pintu. Sambil menangis.
Sewaktu aku berbalik, dokter keluar dan mengatakan bahwa nyawanya tidak dapat
tertolong lagi. Ku masuk dan melihat jasadnya memeluk boneka itu sembari
tersenyum dengan pipi yang masih basah akibat air matanya.
Keesokan harinya dia
segera di makamkan, langit pun turut bersedih atas kepergiannya. Kami segera
memakamkan Lia meski cuaca di luar tengah hujan. Segala foto kenanganku bersamanya
ku simpan di dalam album foto. Dan boneka beruang itu masih ku simpan hingga
saat ini. Selamat jalan. Tenanglah di sana. Ku kan terus mengingat mu. “Annisa
Putri Aulia”.
By : Sutamara Lasurdi Noor
Follow On Twitter : @_Sutamara_L_N







0 komentar:
Posting Komentar